Seorang sahabat Nabi saw. yang bernama Anas bin Malik pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. pernah menjenguk seseorang yang sedang sakit. Keadaannya sudah sangat lemah seperti seekor anak burung. Lalu, Rasulullah bertanya kepada orang yang sakit tersebut, “Hal kunta tad’uu bi syai-in au tasaluhu iyyaahu? [Apakah engkau sudah memohon sesuatu atau meminta sesuatu kepada-Nya?].” Orang tersebut menjawab, “Benar, saya telah memohon, “Allaahumma maa kunta mu’aakibii bihi fil-aakhirah, fa-‘ajjilhu lii fid-dunya [Ya Allah, jika Engkau akan menyiksaku kelak di akhirat, maka segerakanlah (siksa) itu di dunia].”
Mendengar pengakuan orang tersebut, lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Subhaanallaah [Mahasuci Allah], laa tuthiiquhu au laa tastathii’uhu [engkau tidak akan mampu, engkau tidak akan sanggup], afalaa qulta [mengapa engkau tidak memohon], allaahumma aatinaa findunya hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban-naar [ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan berilah kami kebaikan di akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka].” Lalu Rasulullah saw. berdoa kepada Allah swt. agar orang tersebut disembuhkan, maka orang tersebut sembuh dari sakitnya. Kisah ini dicatat dalam Kitab Shahih Muslim pada nomor hadits ke-2688.
Penjelasan Hadits
Majdi bin Abdul Wahab (2007: 48), menjelaskan bahwa meminta disegerakan siksa di dunia termasuk bentuk doa yang terlarang. Sebab, permohonan tersebut menunjukkan keputusasaan seseorang. Padahal, sesungguhnya dia tidak mengetahui apakah dia dapat sembuh atau tidak. Allah-lah yang lebih mengetahui takdir bagi setiap orang. Peluang untuk tidak sembuh sama besarnya dengan peluang untuk sembuh. Oleh sebab itu, seorang muslim selalu optimis dan selalu mengharapkan kebaikan dari setiap takdir yang terjadi. Mengaitkan segala yang terjadi dengan ketauhidan merupakan arahan terbaik karena dapat menyelamatkan dan membahagiakan dari dua sisi kehidupan, yaitu dunia dan akhirat.
Aplikasi dan Pengembangan untuk Konseling Individual Kontemporer
- Orang-orang sakit membutuhkan dukungan psikologis untuk menguatkan kesabaran dan didoakan agar mendapatkan kesembuhan. Konselor seharusnya emphatik dan proaktif melakukan attending dengan mengunjungi individu-individu (konseli) yang secara zahir butuh dukungan psikologis, misalnya orang-orang yang sakit di rumah sakit. Atau, di rumah sakit-rumah sakit seharusnya disiapkan konselor yang secara khusus memberikan konseling kepada orang-orang sakit.
- Konseling kepada orang-orang yang sakit tidak memerlukan eksplorasi mendalam terhadap masalah yang dihadapinya. Sebab, secara zahir mereka memerlukan dukungan batin dan doa untuk kesembuhannya. Oleh sebab itu, Rasulullah saw. menangkap pesan utama (paraphrasing) kemudian langsung memberikan respon terhadap bahasa tubuh orang yang sakit dengan pertanyaan untuk membuka percakapan, “Apakah engkau sudah memohon sesuatu atau meminta sesuatu kepada-Nya?” Pertanyaan Rasulullah saw., adalah bentuk pertanyaan yang singkat namun mengandung makna yang sangat luas dan mendalam. Dalam respon Rasulullah saw. mengandung nasihat dan mengingatkan bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah. Dalam QS. Asy-Syu’araa [26]: 80, yang menceritakan kisah Ibrahim. Ayat tersebut menegaskan bahwa Dia-lah Allah yang menyembuhkan. Dengan kata lain, dalam respon Rasulullah saw. tersebut terkadung pembelajaran tauhid kepada orang yang sakit.
- Dalam merespon jawaban konseli yang mengadung unsur kekeliruan dalam berpikir dan bertindak, Rasulullah saw. tidak langsung meresponnya secara negatif tetapi mengajak konseli untuk merenungkan konsekuensi dari perkataan, tindakan atau keputusannya. Dalam konteks orang yang sakit yang meminta agar Allah menyegerakan siksa di dunia kepadanya, Rasulullah saw. meresponnya dengan mengatakan, “Subhaanallaah [Mahasuci Allah], engkau tidak akan mampu, engkau sanggup.” Seorang konselor dapat meneladani Rasulullah saw. ketika mendapati keputusan keliru dari konseli dengan mengatakan “Subhanaallah”. Makna yang terkadung dari kalimat singkat ini adalah bahwa Allah Mahasuci dari setiap kekeliruan atau kesalahan. Selanjutnya Rasulullah saw. tidak melakukan konfrontasi dengan mengatakan, “Kamu salah, kamu keliru,” tetapi konseli diajak merenung dan berpikir bahwa sesungguhnya dia dalam kondisi sakit saja sudah sangat menderita apalagi ditambah dengan disegerakannya siksa di dunia, tentu akan semakin berat bebannya. Tindakan Rasulullah saw. tersebut sebenarnya dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengklarifikasi (clarifying) atas kekeliruan konseli.
- Setelah memberikan arahan dengan memberikan informasi, yaitu mengajarkan doa yang sebaiknya dipanjatkan dalam keadaan seperti yang dirasakan konseli, yaitu doa agar diberi kebaikan di dunia dan di akhirat dan diselamatkan dari api neraka. Sebuah informasi yang tentunya akan meringankan beban konseli karena doa tersebut mencakup segala yang dibutuhkan oleh konseli. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw. pernah mengajarkan doa yang lain, ketika konseli sudah kehilangan asa bagi kesembuhan penyakitnya. Dia diajak untuk tidak berputus asa dari pertolongan Allah swt. Beliau saw, mengajarkan doa, “Allaahumma ahyinii maa kaanatil-hayaatu khairon lii wa tawaffanii idzaa kaanatil-wafaatu khairon lii [Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika mati lebih baik bagiku]).”
- Dalam konseling individual, konselor dapat membantu konseli dengan doa (praying) untuk kesembuhan, kemudahan, dan keberkahan bagi konselinya. Tindakan ini sangat berfaedah karena dalam keadaan membutuhkan bantuan dan dukungan psikologis, kondisi jiwa konseli dalam keadaan “haus dan lapar”. Oleh sebab itu, doa dapat memberikan siraman air segar untuk memenuhi rasa haus konseli dan dapat memberikan asupan makanan bergizi untuk memenuhi kelaparan jiwa konseli. Dalam konteks konseling individual kepada konseli yang dalam keadaan sakit, konselor dapat membacakan doa, antara lain: (1) “Laa ba’sa thahuurun insya Allaah [tidak apa-apa, penghapus dosa, insya Allah]. (2) “As-alullaahal ‘adzim Rabbal-Arsyil-‘adziim ay-yasfiyaka[Aku memohon kepada Allah yang Mahaagung, Tuhan dari Arsy yang agung pula, agar Dia menyembuhkan dirimu]). Doa tersebut dibaca sebanyak tujuh kali. (3) “Allaahumma Rabban-naasi adzhibil ba’sa, asyfi antasy-syaafii laa syifaa-an illaa syifaauka, syifaan laa yughaadiru saqoman [Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkan penyakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah Penyembuh itu, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Engkau, kesembuhan yang penyakitnya tidak kembali lagi]).
- Konselor juga dapat mengajak konseli untuk berkontemplasi dengan mentadabburi bacaan Al-Quran yang dibacakan oleh konselor. Seluruh isi Al-Quran dapat dibacakan kepada konseli. Dalam konteks konseli yang ingin mendapat kesembuhan dari Allah swt. konselor dapat membacakan QS. Asy-Syu’araa [26]: 80.